Sekarang lagi rame ramenya
tuh media memberitakan kasus fenomenal bupati Garut yang melakukan pernikahan
siri dengan seorang wanita yang masih berumur 18 tahun. Dan hebohnya lagi,
pernikahan siri tersebut hanya berlangsung selama 4 hari. Bupati Garut
menjatuhkan talak tiga pada istri sirinya hanya melalui pesan singkat (SMS). Mata
dan telinga seluruh rakyat Indonesia saat ini berada di Garut. Kabupaten kecil
yang saya pribadi hanya mengenal Garut karena dodolnya dan yang kedua karena
artis Dicky Chandra pernah menjadi wakil bupati di sana. Kasus ini bahkan mendapat
perhatian dari presiden RI dan tokoh tokoh nasional lainnya. Kasus yang sebenarnya
sepele dan sangat banyak sekali terjadi di berbagai daerah di Indonesia, bukan
hanya di Garut. Namun, menjadi fenomenal karena yang terlibat disini adalah
seorang pemimpin daerah yang seharusnya menjadi tauladan, pengayom dan pemimpin
masyarakat.
Berbagai spekulasi tentang alasan
bupati Garut untuk menjatuhakan talak kepada istrinya semakin berkembang. Ada
yang mengatakan bahwa karena keluarga si wanita meminta uang yang cukup banyak
kepada sang bupati untuk membeli mobil dan merenovasi rumah dan ada juga yang
mengatakan perceraian diakibatkan karena si wanita sudah tidak perawan lagi. Namun,
berdasarkan klarifikasi dari sang bupati, perceraian diakibatkan karena adanya
cacat hati, artinya sudah tidak ada lagi kecocokan dengan sang istri.
Masyarakat yang mendengar
kasus ini pastilah menjadi geram dan marah pada sang bupati. Berbagai forum di
internet yang saya baca, beberapa masyarakat meminta agar sang bupati diadili
dan dipecat dari jabatannya karena dinilai melakukan pelanggaran moral dan kode
etik pejabat. Bahkan tidak sedikit yang memaki dan menghina sang bupati dengan
kata kata kasar. Saya pribadi pun sebenarnya risih dan malu melihat kelakuan
pemimpin seperti ini. Namun, alangkah baiknya kita mencoba netral dan berpikir
jernih.
Kita masyarakat Indonesia memang
sangat sensitif dengan kasus kasus seperti ini, kita menjadi galak dan beringas
dengan adanya kasus sejenis ‘buaya vs cicak’, Contohnya nih dijalan sedang
terjadi kecelakaan antara mobil vs motor, liat saja, pasti yang divonis
bersalah adalah pengemudi mobil. Padahal banyak tuh motor yang ugal ugalan. Gak
ada urusan, pokoknya si pengemudi mobil harus dihajar habis habisan.
Mengapa bisa seperti itu? Hal
itu diakibatkan oleh besarnya kecemburuan sosial di tengah tengah masyarakat, alam
bawah sadar masyarakat tersugesti bahwa kaya itu salah dan miskin itu adalah rakyat
benar yang wajib dibela, tanpa tahu apa persoalan sebenarnya. Kita adalah
masyarakat melankolis pecinta sinetron yang mudah tersugesti, saya pun
demikian. Banyak tuh kisah kisah di sinetron yang mendramastisir penindasan orang
kaya kepada orang miskin. Orang kaya menindas orang miskin menjadi kisah yang
menyedihkan dan mampu membuat air mata meleleh.
Kembali ke kasus bupati
Garut, jika kita berfikir netral dan jernih, saya mengatakan bahwa kedua belah
pihak bersalah. Bupatinya salah dan si
wanita nya juga salah. Lho kok si wanita dikatakan salah? Dia kan korban? Saya
tidak menutup mata dengan kasus kasus seperti ini, sudah banyak banget, sudah
terlalu banyak disekitar kita orang tua yang menjodohkan anaknya dengan pejabat
demi materi, sudah banyak juga wanita wanita ABG yang menjual harga dirinya kepada
pria tua berduit demi materi untuk menaikkan gengsi nya di teman teman
pergaulan. Setiap kemungkinan ada, mengapa si wanita mau menikah dengan bupati
Garut yang lebih tua dan telah memiliki anak serta istri? Mengapa orang tua
wanita mengizinkan? Sudah jelas semua demi materi bukan?
Dan belakangan kita
mendengar bahwa si wanita mengakui telah meminta uang ratusan juta rupiah kepada
sang bupati untuk biaya kuliah dan renovasi rumah. Peran orang tua sangat besar
sekali dalam kasus seperti ini, beberapa masyarakat yang cerdas bisa mengetahui
bahwa memang kedua belah pihak bersalah. Sang Bupati bersalah karena bertindak
melanggar norma dan moral masyarakat. Dan si wanita dan keluarganya gelap mata
karena silau dengan harta duniawi. Jadi, menurut saya kasus seperti ini,
seharusnya bisa diselesaikan dengan mendengarkan pengakuan kedua belah pihak
secara jujur.
Kedua belah pihak ada
baiknya saling berintrospeksi diri, bupati Garut mengundurkan diri dari
jabatannya karena telah gagal menjadi pemimpin yang baik, dan si wanita dan
keluarganya ada baiknya untuk tidak melanjutkan kasus tersebut karena tidak ada
gunanya. Justru hal ini akan semakin menjatuhkan kehormatan keluarga dan si
wanitanya. Ini tentunya akan semakin menjadi beban psikologis bagi si wanita
dan membuat ia terkucilkan dari pergaulan sosial.
Buat masyarakat luas, kasus ini memberikan pelajaran yang sangat besar
bagi kita semua. Untuk para pemimpin dan calon pemimpin di masa akan
datang diajarkan untuk tidak bermain
main dengan yang namanya nafsu duniawi. Pepatah mengatakan, yang menghancurkan
kesuksesan kita ada tiga , yaitu harta, minuman keras dan wanita. Cari satu
isteri yang terbaik dan sayangi sampai akhir. Kasus ini juga mengajarkan kepada
para wanita dan orang tua untuk tidak bersifat materialistis. Bekerja keraslah
untuk menggapai kekayaan, jangan gunakan cara cara instan yang pada akhirnya
hanya merugikan diri sendiri. Begitu setidaknya menurut saya…
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.