“Mengapa saya susah sekali mendapatkan rezeki? Mengapa rezeki saya kok
gitu gitu terus?? Padahal siang dan malam saya bekerja keras, saya berdoa
kepada Allah swt agar saya mendapatkan rezeki yang besar. Saya mau seperti
orang orang kaya lain yang bergelimang rezeki. Sepertinya Allah tidak adil,
mengapa orang orang barat sana yang kebanyakan tidak percaya adanya Tuhan,
tetapi mereka bisa hidup dengan kelebihan rezeki? Mereka punya rumah yang besar,
harta banyak, mobil mewah… aaah ini tidak adil..!!”
Banyak dari kita mengeluhkan
atau sering merenungi hal hal seperti diatas, tentang rezeki. Katanya Allah swt
tidak adil, mengapa kebanyakan orang yang atheis (tidak percaya Tuhan) bisa
kaya, namun dirinya meskipun siang malam bekerja keras namun tetap miskin. Saya
juga sering berfikir demikian. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai
paham bahwa ternyata adil nya Allah itu berbeda dengan adil nya manusia.
Ya
jelas beda, Allah swt maha tahu, sedangkan manusia pengetahuannya sangat
terbatas, ya logikanya jika ingin maha adil syarat utamanya harus maha tahu.
Hakim dalam memvonis sebuah perkara, harus paham dan tahu terlebih dahulu apa
yang menjadi permasalahan perkara. Belajar undang undang, cari bukti, cari
saksi, dengar pendapat jaksa, pengacara, terdakwa dan korban. Semua harus
jelas. Hakim harus tahu dulu baru bisa memberikan vonis seadil adilnya.
Ketika menciptakan bumi dan alam semesta, Allah
swt menurunkan hukum Sunatullah kepada manusia. Ya semua manusia, bukan kepada
satu umat saja. Hukum sunatullah antara lain seperti hukum penciptaan melalui proses, hukum sebab
akibat, hukum daya tarik menarik (Law of Atraction) dsb. Inilah adilnya Allah,
karena Ia menurunkan hukum Sunatullah kepada seluruh umat manusia dan berlaku tetap
kepada semua manusia. Orang baik akan mendapatkan balasan kebaikan pula,
begitupun sebaliknya yang jahat akan menerima kejahatan pula. Yang rajin
bekerja akan mendapatkan rezeki yang banyak, dan yang malas rezekinya ya segitu
gitu saja. Coba bayangkan jika hukum Sunatullah hanya berlaku kepada satu umat,
maka akan terjadi ketidakseimbangan yang justru akan menghancurkan tatanan
penciptaan alam semesta. Allah maha tahu sehingga menjadikannya maha adil sedangkan
manusia terbatas pengetahuannya sehingga adilnya hanya seadanya dan menurut
versinya sendiri.
Itu tentang maha adil, lalu
bagaimana masalah rezeki? “Saya kerja
keras kok, siang malam bro, sampai keringat dan darah bercucuran, tiap hari
dimarahin bos, tapi saya tetap sabar dan tawakal, saya rajin lembur jika
kerjaan numpuk, tapi tetap saja hidup saya stagnan dari jaman batu sampai
sekarang gini gini aja!!!. Ah yang bener sih? Kerja apa?
Menurut saya, rezeki itu
seperti ikan, banyak banget di laut, bertebaran di samudera yang maha luas.
Tinggal bagaimana kita menangkapnya, yah kalo mau ikan yang banyak harus di
tangkap dong. Kamu harus mancing atau naik kapal kemudian menebar jala. “Maksudnya saya harus jadi nelayan gitu?
Woow sambil koprol!!”. Bukan… bukan, maksud saya, ya kamu harus bekerja
layaknya seorang nelayan. Kamu harus mengarungi ombak yang maha dahsyat untuk
mendapatkan ikan. “Kan saya sudah jadi
nelayan bro, saya katakan tadi saya kerja keras siang dan malam, bahkan saya
seorang nelayan elit yang bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta besar
di Indonesia!!”.
Oh maaf bro, saya katakan bahwa
disini kamu bukan nelayan nya, tapi kamu jala, kamu pancingnya. Yang nelayan
itu pemilik perusahaan kamu. Mengerti maksud saya? Ya kamu hanya dipekerjakan,
disewa untuk mendapatkan ikan, ya jelas dong kamu ngga bisa menikmati ikannya,
karena kamu cuman pancing/alat. Jadi yang kamu dapatkan seadanya saja dong. Itu
pun kamu harus bersyukur. Kalau mau kaya yah jadi pemilik usaha, kamu harus
jadi pengusaha.
Masyarakat Indonesia memang
senang sekali menjadi sebuah pancing atau jala, sedikit sekali yang mau
berperan jadi seorang nelayan, banyak sekali yang hanya mau jadi pekerja
kantoran, dan sangat sedikit yang mau bekerja keras untuk membangun usaha sendiri,
makanya orang kaya di Indonesia sedikit banget. Dari daftar sepuluh konglomerat
elit di Indonesia, ada gak sih yang kerja kantoran sebagai karyawan? Gak ada
kan? Kita nyaman sekali menjadi sebuah alat bagi nelayan, tapi anehnya kita mau
kaya. Berdoa seribu kali pun gak bakalan kaya, karena hukum Sunatullah berlaku.
Sebaliknya, nelayan meski seseorang itu tidak pernah berdoa, namun dia seorang
nelayan yang gigih, kerja keras dan pantang menyerah, maka ia akan kaya. Bukan
karena tidak adil, tapi Sunatullah nya adalah dia nelayan dan kamu pancing, nelayan
yang berhak dapat ikan dan kamu hanya mendapatkan sedikit saja (seadanya saja).
Salam dari calon nelayan…