THR (Tunjangan Hari Raya) sejatinya merupakan komisi/bonus/apresiasi materi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya pada saat perayaan lebaran atau Idul Fitri. Namun, seiring perkembangan zaman, THR sedikit mengalami pergeseran nilai/makna, THR menjadi istilah dalam masyarakat ketika membagi bagikan sejumlah uang kepada keluarga atau kerabatnya. Saat moment lebaran tiba, keluarga yang usianya jauh lebih muda akan diberi THR oleh keluarga yang lebih tua dan mapan.
Pun pada saat lebaran, banyak sekali kita jumpai anak anak kecil yang datang ke rumah kemudian meminta THR, "Kak/Pak/Bang.. bagi THR nya dong". Istilah THR yang pada awalnya hanya merupakan hubungan sebuah perusahaan dengan karyawannya meluas menjadi hubungan sosial di masyarakat. Apakah ini wajar? apakah penyelewengan makna ini lumrah terjadi?
Jika kembali ke hakekat lebaran dalam konteks syariat Agama Islam, kita tidak menemui kewajiban untuk membagi bagikan sejumlah uangkepada anak kecil atau ke keluarga yang lebih muda. Yang ada hanyalah zakat fitrah, yaitu memberi sejumlah harta kepada fakir miskin, anak yatim piatu dll. Hakekat lebaran adalah kemenangan umat Islam setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh. Bagi bagi THR adalah tradisi lokal yang tidak terkait dengan syariat agama, jika dibiarkan tentu akan terjadi asimilasi/percampuran antara tradisi dengan nilai nilai agama.
Barazanji, Ziarah kubur ke makam Syekh, Kawin kontrak, Gaya kerudung remaja masa kini dll adalah tradisi lokal yang sebenarnya sama sekali tidak terdapat dalam syariat agama Islam, namun karena telah terjadi selama turun temurun, maka masyarakat menganggap tradisi tersebut adalah kewajiban syariat Islam..
Lalu apakah fenomena THR juga akan menjadi sebuah kebiasaan yang berasimilasi dengan ajaran agama Islam? apakah di kemudian hari Islam menjadi layaknya agama Budha/Konghucu yang membagi bagikan angpao pada saat hari besar keagamaan?? seharusnya tidak...
(Makassar, 9/08/2013)
Lebih spesifiknya saya
mau mengatakan jika politik di negeri ini ada sedikit atau mungkin banyak kesalahan.
Saya mau menulis yang sedikit saja, kalau banyak nanti kebanyakan. Hehhehee.. Ini
mengenai pemilihan kepala daerah, baik itu kepala desa, bupati, walikota bahkan
gubernur, Negara kita menganut paham demokrasi yaitu pemerintahan yang berasal dari
rakyat dan kemudian kembali untuk rakyat. Semua kepala daerah dipilih langsung
oleh rakyat melalui pemilihan langsung. Jadi semuanya ada di tangan rakyat.
Sekilas memang tampak bagus, keliatannya adil banget. Tapi benarkah bagus? Ya engga
lah klo bagus ngapain saya nulis… huuhahahaa…
Tidak bagusnya
bagaimana? Ya tidak bagusnya karena rakyat kita tidak bagus. Rakyat yang tidak
bagus memilih maka jelas akan melahirkan pemimpin yang tidak bagus juga.
Menurut saya pribadi, rakyat kita masih primitif dalam menentukan pilihan,
beberapa memang sudah bisa dikatakan sebagai pemilih cerdas, namun itu beberapa
saja, mungkin hanya sekitar 10% dari 100% masyarakat Indonesia yang telah
memiliki hak suara.
Masih primitif karena
rakyat kita memilih pemimpin masih berdasarkan 3 hal, yaitu Uang, Fanatisme
Suku dan Citra. Yang pertama adalah uang, uang ini efeknya dahsyat sekali pemirsa,
manusiawi memang ketika semua orang membutuhkan uang, semua bisa dibeli dengan
uang, makan pakai uang, minum pakai uang, buang air pun sekarang pakai uang.
Banyak sekali nyanyian merdu dari rakyat kecil yang menyatakan bahwa ia tidak
peduli siapapun yang menjadi pemimpin, asalkan ada uangnya. Nyanyian nyanyian
dari rakyat seperti ini yang harusnya di luruskan tetapi oleh kandidat, tim
sukses dan mesin politik justru dijadikan sebuah pembenaran dan digunakan
sebagai kartu joker untuk meraih suara maksimal.
Maka dimulailah politik
uang atau kerennya Money Polithic.
Para kandidat baik sembunyi sembunyi maupun terang terangan mulai unjuk
kekuatan uang, Bagi bagi sembako, pakaian,
bahkan secara terbuka ada yang meminta
rakyat untuk memilihnya kemudian diberikan uang tunai. Ini tidak benar dan
bukan sesuatu yang boleh dibiarkan sehingga menjadi tradisi turun temurun. Politik
uang pada akhirnya hanya menghasilkan pemimpin yang berduit, bukan yang bagus
dan baik. Rakyat harus sadar bahwa pemimpin tidak hanya sebatas uang tunai,
pemimpin adalah pemimpin kita, pemimpin yang tidak memberikan uang tapi
pemimpin yang dengan kebijakannya mampu membuat rakyat memiliki kesempatan
untuk mendapatkan uang yang lebih banyak. Selain itu, kandidat dan partai
politik juga harus memiliki kesadaran untuk memberikan pembelajaran berpolitik
kepada rakyat untuk negeri yang lebih baik kedepannya.
Yang kedua adalah
fanatisme suku. “Dia sekampung dengan saya masbro!”.. atau “Ngapain saya pilih
suku lain, jika ada kandidat yang berasal dari suku saya??!” dsb. Tidak salah
memang memilih karena kandidat tersebut berasal dari suku yang sama dengan
kita, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah dia bisa atau mampu? Apakah dia
memiliki track record yang baik? Belum tentu kan? Rakyat memilih berdasarkan
suku biasanya menjadi suatu kebanggan tersendiri, terjadi eufhoria egoisme suku
yang luar biasa dahsyatnya. Rakyat kemudian merasa bahwa suku beliau adalah
suku yang unggul jika kandidat sesuku tersebut keluar sebagai pemenang. Yang
perlu dipelajari oleh rakyat adalah berfikir global, pemimpin daerah memimpin
semua suku dan bukan hanya satu suku saja. Jadi harus memilih pemimpin yang
baik dan kredibel, bagaimana jika nantinya pemimpin tersebut tidak baik? Terlibat
kasus korupsi misalnya, tentu nama baik suku anda akan tercoreng juga.
Yang ketiga
adalah Citra, citra disini bukan citra tetangga loe yang cantik dan bahenol yah!!
hehehhee.. Saya melihat para kandidat sekarang cenderung melakukan perang
citra, baik secara langsung maupun melalui media. Yang baik baik ditampakkan,
kemudian yang buruk buruk disimpan rapat rapat (ya iyalah). Jujur jaman
sekarang saya melihat ada ketidak independenan dari media kita, media
elektronik maupun media tulis. Stasiun stasiun televisi ada beberapa yang
dimiliki oleh pelaku politik, stasiun televisi ini digunakan sebagai sarana
ampuh untuk membangun citra positif dari kandidat pemimpin dan selain itu digunakan
juga untuk menjatuhkan sejatuh jatuhnya para lawan politik. Tidak tampak memang
bagi sebagian masyarakat, tapi di mata saya itu sangat jelas dan vulgar.
Lalu bagaimana kandidat
yang tidak memiliki kekuatan media? Yah.. yang pasti akan mendapatkan citra yang tidak bagus dan pada akhirnya
persepsi masyarakat yang terbangun dari media tersebut akan memvonis mereka dengan
cara tidak memilih. Rakyat harus tahu ini, masyarakat harus sadar bahwa tidak
semua isu atau citra yang terbentuk dari media itu benar adanya. Mereka harus
berfikir merdeka dan menggunakan hati nurani dalam memilih.
Kesimpulan, Negeri ini
tidak akan pernah mendapatkan pemimpin yang baik selama menggunakan sistem yang
juga tidak baik, karena rakyat kita memang tidak baik. Salam.
Untuk kritik dan hujat,
bisa kirim email ke wishnu.mahendra777@gmail.com.
Kali ini, saya pengen
nulis apa yang ada di imajinasi saya tentang fenomena Nyi Roro Kidul atau popular
dengan Ratu Pantai Selatan alias kanjeng Ratu Kidul, sebuah hikayat mistis yang
oleh sebagian masyarakat Jawa telah menjadi sesuatu yang sakral dan keramat. Sekali
lagi ini hanyalah sebuah imajinasi, bukan sebuah pemaparan ilmiah yang syarat
dengan bukti bukti atau testimoni nyata perihal kebenaran hikayat tersebut. Ini
hanya tulisan dari seorang yang bahkan belum pernah menginjakkan kaki di
pesisir pantai selatan… hehhehee.
Konon Nyi Roro Kidul
ini adalah sebuah makhuk halus dengan sosok wanita cantik yang menguasai
wilayah laut Jawa terutama di pesisir pantai selatan. Beliau adalah ratu yang
anggun dengan pengikut atau prajurit yang sangat besar. Menurut beberapa
masyarakat Jawa, Nyi Roro Kidul menyukai warna hijau sehingga seringkali meminta
tumbal manusia yang menggunakan pakaian berwarna hijau. Untuk menghormati
beliau, rutin setiap tahunnya atau hari hari tertentu, masyarakat Jawa melakukan
ritual tapa disekitar pantai selatan serta memberikan beberapa sesajian yang
kemudian di hanyutkan di laut selatan. Hal ini untuk menghindari amarah sang
Ratu. Bila sang Ratu marah maka akan banyak korban manusia yang berjatuhan.
Yang kemudian menjadi
pertanyaan adalah siapa sebenarnya Nyi Roro Kidul ini? Apakah hanya sebuah
dongeng pengantar tidur bagi anak anak pada jaman dahulu?? Jika hanya sebuah
dongeng, lalu mengapa sosok beliau menjadi sangat luar biasa fenomenalnya di pulau
Jawa, bahkan legenda ini juga terdapat di wilayah Sumatera meski dengan nama
yang berbeda. Di daerah Bengkulu dikenal sosok Dewi Mutiara yang juga digambarkan
sebagai penguasa laut berjenis kelamin wanita dimana kisahnya mirip dengan Nyi
Roro Kidul.
Kemudian mari masuk ke
imajinasi saya tentang Nyi Roro Kidul, :D… sebelumnya ada baiknya kita membaca
sejarah nusantara di masa lampau. Menurut ilmuwan asal Brazil Prof. Arysio
Santos dan ilmuwan Inggris Stephen Oppenheimer, bangsa Indonesia adalah sisa sisa
bangsa Atlantis yang pernah diceritakan oleh filsuf Yunani Plato, dimana
Atlantis merupakan bangsa /kerajaan super power di jaman dahulu, sebuah bangsa
yang kaya dan menguasai teknologi, pertanian, perdagangan, militer dsb. Namun sayang
bangsa tersebut musnah tenggelam dalam sekejap diakibatkan gempa mahadahsyat
yang menyebabkan tsunami besar. Hampir keseluruhan wilayah Atlantis menjadi lautan
samudera karena tsunami tersebut. Melalui bukunya, kedua ilmuwan ini memaparkan
bukti bukti nyata bahwa Indonesia adalah kerajaan Atlantis.
Nah, menurut imajinasi
saya, Nyi Roro Kidul ini adalah salah satu pemimpin dari kerajaan Atlantis yang
tenggelam tersebut, atau minimal beliau adalah salah seorang tokoh perempuan
kharismatik yang memegang peranan penting di kerajaan Atlantis dan tentu saja
sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat. Begitu besarnya kecintaan
masyarakat kepada beliau sehingga setelah bencana yang menenggelamkan kerajaan
Atlantis, masyarakat yang selamat melakukan ritual sesajian sebagai bentuk
penghormatan ke lokasi tempat tenggelamnya kerajaan Atlantis yaitu Pantai
Selatan. Ritual ini menjadi sebuah kebiasaan turun temurun dari generasi ke
generasi sampai sekarang. Kemudian kisah kemahsyuran beliau juga diceritakan dari
mulut ke mulut. Nah, rentang waktu dari waktu kejadian tsunami sampai jaman sekarang
bisa saja terjadi pergeseran cerita, yang tadinya ratu Nyi Roro Kidul adalah
sosok manusia biasa yang punya power dan pesona kharismatik yang begitu tinggi
menjadi sosok makhluk halus/ jin wanita yang menguasai Pantai Selatan Jawa dan
seringkali meminta tumbal (Ingat bahwa Indonesia rakyatnya terkadang suka
lebay.. hehehhee).
Kemudian bagaimana
dengan adanya bukti bukti korban tumbal yang sering terjadi di pantai selatan? Aaah
saya tetap berpegang teguh pada agama saya, bahwa hidup dan mati seseorang
adalah kuasa dari sang maha agung, Allah swt.
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati kecuali
dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.
Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala
dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula)
kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.” (QS Ali Imran ayat 145).
Sekali lagi tulisan ini adalah imajinasi saya,
bukan merupakan kebenaran mutlak, karena kebenaran mutlak hanyalah milik Allah
swt. Untuk pembaca yang ingin share atau kritik tentang tulisan ini, bisa kirim
email ke wishnu.mahendra777@gmail.com.
Salam. :D
Subscribe to:
Posts (Atom)
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "