Lebih spesifiknya saya
mau mengatakan jika politik di negeri ini ada sedikit atau mungkin banyak kesalahan.
Saya mau menulis yang sedikit saja, kalau banyak nanti kebanyakan. Hehhehee.. Ini
mengenai pemilihan kepala daerah, baik itu kepala desa, bupati, walikota bahkan
gubernur, Negara kita menganut paham demokrasi yaitu pemerintahan yang berasal dari
rakyat dan kemudian kembali untuk rakyat. Semua kepala daerah dipilih langsung
oleh rakyat melalui pemilihan langsung. Jadi semuanya ada di tangan rakyat.
Sekilas memang tampak bagus, keliatannya adil banget. Tapi benarkah bagus? Ya engga
lah klo bagus ngapain saya nulis… huuhahahaa…
Tidak bagusnya
bagaimana? Ya tidak bagusnya karena rakyat kita tidak bagus. Rakyat yang tidak
bagus memilih maka jelas akan melahirkan pemimpin yang tidak bagus juga.
Menurut saya pribadi, rakyat kita masih primitif dalam menentukan pilihan,
beberapa memang sudah bisa dikatakan sebagai pemilih cerdas, namun itu beberapa
saja, mungkin hanya sekitar 10% dari 100% masyarakat Indonesia yang telah
memiliki hak suara.
Masih primitif karena
rakyat kita memilih pemimpin masih berdasarkan 3 hal, yaitu Uang, Fanatisme
Suku dan Citra. Yang pertama adalah uang, uang ini efeknya dahsyat sekali pemirsa,
manusiawi memang ketika semua orang membutuhkan uang, semua bisa dibeli dengan
uang, makan pakai uang, minum pakai uang, buang air pun sekarang pakai uang.
Banyak sekali nyanyian merdu dari rakyat kecil yang menyatakan bahwa ia tidak
peduli siapapun yang menjadi pemimpin, asalkan ada uangnya. Nyanyian nyanyian
dari rakyat seperti ini yang harusnya di luruskan tetapi oleh kandidat, tim
sukses dan mesin politik justru dijadikan sebuah pembenaran dan digunakan
sebagai kartu joker untuk meraih suara maksimal.
Maka dimulailah politik
uang atau kerennya Money Polithic.
Para kandidat baik sembunyi sembunyi maupun terang terangan mulai unjuk
kekuatan uang, Bagi bagi sembako, pakaian,
bahkan secara terbuka ada yang meminta
rakyat untuk memilihnya kemudian diberikan uang tunai. Ini tidak benar dan
bukan sesuatu yang boleh dibiarkan sehingga menjadi tradisi turun temurun. Politik
uang pada akhirnya hanya menghasilkan pemimpin yang berduit, bukan yang bagus
dan baik. Rakyat harus sadar bahwa pemimpin tidak hanya sebatas uang tunai,
pemimpin adalah pemimpin kita, pemimpin yang tidak memberikan uang tapi
pemimpin yang dengan kebijakannya mampu membuat rakyat memiliki kesempatan
untuk mendapatkan uang yang lebih banyak. Selain itu, kandidat dan partai
politik juga harus memiliki kesadaran untuk memberikan pembelajaran berpolitik
kepada rakyat untuk negeri yang lebih baik kedepannya.
Yang kedua adalah
fanatisme suku. “Dia sekampung dengan saya masbro!”.. atau “Ngapain saya pilih
suku lain, jika ada kandidat yang berasal dari suku saya??!” dsb. Tidak salah
memang memilih karena kandidat tersebut berasal dari suku yang sama dengan
kita, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah dia bisa atau mampu? Apakah dia
memiliki track record yang baik? Belum tentu kan? Rakyat memilih berdasarkan
suku biasanya menjadi suatu kebanggan tersendiri, terjadi eufhoria egoisme suku
yang luar biasa dahsyatnya. Rakyat kemudian merasa bahwa suku beliau adalah
suku yang unggul jika kandidat sesuku tersebut keluar sebagai pemenang. Yang
perlu dipelajari oleh rakyat adalah berfikir global, pemimpin daerah memimpin
semua suku dan bukan hanya satu suku saja. Jadi harus memilih pemimpin yang
baik dan kredibel, bagaimana jika nantinya pemimpin tersebut tidak baik? Terlibat
kasus korupsi misalnya, tentu nama baik suku anda akan tercoreng juga.
Yang ketiga
adalah Citra, citra disini bukan citra tetangga loe yang cantik dan bahenol yah!!
hehehhee.. Saya melihat para kandidat sekarang cenderung melakukan perang
citra, baik secara langsung maupun melalui media. Yang baik baik ditampakkan,
kemudian yang buruk buruk disimpan rapat rapat (ya iyalah). Jujur jaman
sekarang saya melihat ada ketidak independenan dari media kita, media
elektronik maupun media tulis. Stasiun stasiun televisi ada beberapa yang
dimiliki oleh pelaku politik, stasiun televisi ini digunakan sebagai sarana
ampuh untuk membangun citra positif dari kandidat pemimpin dan selain itu digunakan
juga untuk menjatuhkan sejatuh jatuhnya para lawan politik. Tidak tampak memang
bagi sebagian masyarakat, tapi di mata saya itu sangat jelas dan vulgar.
Lalu bagaimana kandidat
yang tidak memiliki kekuatan media? Yah.. yang pasti akan mendapatkan citra yang tidak bagus dan pada akhirnya
persepsi masyarakat yang terbangun dari media tersebut akan memvonis mereka dengan
cara tidak memilih. Rakyat harus tahu ini, masyarakat harus sadar bahwa tidak
semua isu atau citra yang terbentuk dari media itu benar adanya. Mereka harus
berfikir merdeka dan menggunakan hati nurani dalam memilih.
Kesimpulan, Negeri ini
tidak akan pernah mendapatkan pemimpin yang baik selama menggunakan sistem yang
juga tidak baik, karena rakyat kita memang tidak baik. Salam.
Untuk kritik dan hujat,
bisa kirim email ke wishnu.mahendra777@gmail.com.