Wednesday, March 5, 2014 0 komentar

Politik Caleg

Di kalangan masyarakat, menurut mereka ada beberapa caleg yang hanya menipu, PHP (Pemberi Harapan Palsu), menawarkan janji janji surgawi. Tetapi setelah terpilih, mereka lenyap, sirna, meninggalkan janji..

Di kalangan caleg, menurut mereka ternyata ada juga masyarakat (calon pemilih) yang juga menipu, PHP. Mereka selalu setia mendampingi caleg, menerima amplop tebal setiap pertemuan dan transfer uang sebelum hari H pemilu.. namun, saat hari H, mereka memilih golput dan tidak merekomendasikan caleg kepada siapapun..

Namun, politik bukan sekedar tipu menipu.. toh, masih ada sebagian masyarakat yang menganggap politik itu suci, putih, bersih, hanya warna bendera yang kerap menodainya.. kelompok yang ketiga ini mungkin saja caleg yang bersih dan calon pemilih yang tulus, tetapi..

Faktanya, caleg bersih selalu kalah, dan pemilih tulus selalu tidak mendapatkan apa apa..

Saya sendiri menganggap politik itu sebuah tontonan, saya penonton dari sebuah pertunjukan para penipu, meski terkadang saya pun merasa sebagai penipu.. karena tak benar benar menonton...
Saturday, March 1, 2014 0 komentar

The Power of Mesjid


 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Indonesia adalah negara raksasa (dalam konteks luas wilayah) yang dihuni oleh mayoritas penduduk yang beragama Islam. Ada kurang lebih 150 juta masyarakatnya beragama Islam, bahkan Indonesia sampai detik ini masih tercatat sebagai negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Dengan predikat tersebut, otomatis jumlah mesjid sebagai tempat ibadah umat Muslim sangat banyak bertebaran dari Sabang sampai Merauke. Jumlahnya mungkin sampai ratusan ribu bahkan jutaan.

Tulisan ini lahir dari pemikiran spontan penulis saat sedang melaksanakan sholat Jumat di salah satu mesjid terbesar yang ada di kota penulis. Tulisan ini bukan karya ilmiah yang lahir dari penelitian panjang dan berdasar pada kajian tentang ayat ayat suci Al Quran dan Al Hadist. Tulisan ini hanya buah dari pemikiran hamba Allah yang datang secara tiba tiba dan dituangkan dalam bentuk tulisan. Jika terdapat kesalahan mohon kiranya untuk segera dikritik dan penulis sebelumnya mohon maaf yang sebesar besarnya.

Siang itu, penulis melaksanakan salah satu kewajiban umat Muslim yaitu shalat Jumat berjamaah. Salah seorang teman mengajak untuk shalat di mesjid yang lokasinya sangat jauh dari rumah. Meskipun begitu, jarak yang cukup jauh berganti dengan kekaguman karena mesjid ini sangat megah dengan desain arsitektur yang mewah dan gemerlap. Mesjid ini adalah mesjid terbesar yang ada di kota penulis, bahkan konon katanya mesjid ini adalah yang terbesar di Indonesia bagian timur.

 Mesjid ini dibangun dari mimpi seorang jenderal besar tanah air yang merupakan putera daerah untuk membangun sebuah Islamic Center terbesar dan terlengkap di kota kelahirannya. Penulis secara pribadi, sangat mengagumi sosok jenderal besar ini, meski tak pernah melihat sosok beliau secara langsung. Selain turut andil dalam kemerdekaan bangsa Indonesia, beliau juga sosok yang religius dan dermawan. Menurut cerita cerita kawan dan keluarga, saat beliau wafat, seluruh kota di guyur hujan deras selama kurang lebih setengah jam, padahal saat itu sedang musim kemarau, mungkin bumi pun berduka dengan kepergiannya. Saat itu penulis masih duduk di bangku sekolah menengah pertama di kota lain.

Lantai dan dinding mesjid tersebut terbuat marmer hitam yang mengkilap, bangunannya menjulang tinggi, membuat penulis semakin tampak kecil. Terdapat ukiran kaligrafi yang terbuat dari kayu jati di sudut sudut dinding mesjid. Setelah melakukan shalat tahiyatul mesjid, penulis duduk bersama jemaah lain. Di shaf terdepan, kami temui beberapa pejabat daerah dan beberapa tokoh masyarakat dan tokoh politik yang wajahnya tampak tidak asing. Kami menanti da’i untuk memberikan tauziyah agama. Sebelum memulai ceramah, sudah menjadi kebiasaan dilakukan oleh pengurus mesjid untuk memaparkan laporan keuangan mesjid yang bersumber dari  donatur jemaah selama seminggu. Pengurus mesjid melaporkan berapa pemasukan yang diperoleh dan berapa pengeluaran, serta untuk digunakan untuk apa pengeluaran tersebut.

Laporan ini untuk sebagai suatu bukti bahwa pengurus mesjid bersifat transparan kepada para donatur yang telah mengeluarkan dananya. Tentulah para donatur berharap dana yang telah mereka sedekahkan akan digunakan untuk hal hal yang berkaitan dengan dakwah dan perjuangan di jalan Allah swt. Penulis duduk pada shaf tengah yang telah dipenuhi oleh jemaah lain, salah seorang pengurus mesjid berdiri di samping mimbar dan mulai membacakan laporan keuangan mesjid.

Penulis agak tersentak kaget ketika pengurus mesjid membacakan jumlah saldo keuangan mesjid yang angkanya sangat spektakuler, nyaris menyentuh angka milyaran rupiah. Itu adalah angka saldo keseluruhan, sedangkan saldo untuk minggu ini berjumlah puluhan juta rupiah. Penulis yang selama ini kurang memperhatikan laporan pengurus mesjid jika sedang membaca laporan kas berbisik kepada kawan yang duduk di samping, menyatakan kekaguman sekaligus keterkejutan. 

         Menurut kawan tersebut, hal itu wajar wajar saja, karena para donatur bukan hanya berasal dari kalangan menengah kebawah, banyak pejabat daerah dan tokoh pengusaha yang menjadi donatur. Jika mereka menyumbang tentulah tidak dengan jumlah recehan seperti halnya penulis yang memasukkan uang ke celengan mesjid paling  tinggi hanya dua puluh ribu rupiah, itupun hanya sekali selama hidup, hehee, selebihnya hanya lima ribu, sepuluh ribu, kebanyakan dua ribu rupiah, hahahaa…

Namun, ada yang satu hal yang mengusik perhatian penulis, yaitu saat pengurus mesjid membacakan info tentang pengeluaran dana untuk upah penceramah. Di infokan bahwa jumlah upah dari seorang penceramah adalah dua juta rupiah untuk sekali naik ke atas mimbar, waktunya tidak sampai setengah jam, itu hanya untuk penceramah pada saat shalat Jumat, belum untuk penceramah lainnya. Apakah itu jumlah yang cukup besar? atau normal normal saja? Tergantung… Jika kita bandingkan dengan nominal saldo mesjid secara keseluruhan, jelas itu adalah nominal angka yang sangat kecil, namun jika membicarakan tentang uang dua juta rupiah dalam kacamata masyarakat kelas bawah, itu adalah angka yang fantastis.

Mengenai upah da’i penceramah yang tarif nya seringkali berharga selangit, penulis jujur agak risih, mohon maaf jika lancang. Menurut penulis, penceramah agama itu bukanlah sebuah profesi, tetapi sebuah jihad kepada Allah untuk menyebarkan kebenaran dan wahyu Allah swt. Da’i atau ustadz adalah wali Allah di dunia sepeninggal nabi dan para rasul. Wajar memang jika ustadz di upah, toh mereka juga seorang manusia, mereka punya keluarga, isteri, anak anak, tetapi apakah wajar jika kemudian mereka memasang tarif? kemudian menolak sebuah mesjid yang memberi upah di bawah standar yang mereka berikan?? Apakah telah banyak di negara ini ustadz ustadz tenar yang bermegah megahan dengan kekayaan, rumah dan mobil mewah sementara umat masih hidup dalam kemiskinan? Jika niatnya menjadi kaya dunia, jadilah seorang pengusaha, jangan menjual ayat ayat Allah hanya untuk menumpuk materi dan melupakan bahwa ustadz itu adalah orang orang yang suci dan tulus kepada Allah swt dunia akhirat.

Penulis mendengarkan ceramah, namun pikiran terus menerawang kemana mana, ternyata bukan hanya di mesjid ini, setelah berkeliling mesjid yang ada di kota tempat tinggal penulis, ternyata hampir semua mesjid memiliki jumlah saldo yang cukup besar, rata rata mesjid besar saldonya mencapai ratusan juta rupiah. Bagaimana dengan jumlah uang yang cukup besar tersebut mesjid turut berpartisipasi dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang masih miskin? Bukankah itu juga termasuk memperjuangkan agama di jalan Allah swt? Penulis berdiskusi ke beberapa kawan, dan mereka berkesimpulan bahwa rakyat Indonesia yang masih miskin ini bukan ruang lingkup mesjid, tetapi merupakan tanggung jawab negara dalam hal ini pemerintah.

Sangat benar dan masuk akal karena sesuai undang undang, negaralah yang memainkan peran dalam memakmurkan rakyatnya, negara berkewajiban melindungi dan melayani kebutuhan dasar bagi rakyatnya. Sumber keuangannya dari pajak yang dipungut dan sumber sumber keuangan lainnya seperti eksplorasi kekayaan alam dan investasi. Yang menjadi permasalahan adalah sudah benarkah pemerintah kita dalam menjalankan kewajibannya? Jawabannya adalah belum, karena yang terjadi adalah manajemen kas negara tidak tepat dan efektif, banyak pengeluaran negara yang semestinya digunakan untuk kepentingan rakyat justru dihabiskan oleh kepentingan kepentingan yang memang tidak penting dan lebih bersifat individualistik maupun golongan.

Indonesia negara kaya dengan hasil alam yang melimpah, pajak tinggi, namun pemborosan juga tinggi. Pelunasan utang negara (yang konon sudah tak mungkin lagi untuk dilunasi), koruptor merajalela, mafia proyek bertebaran, pegawai negeri sipil yang kerja nya tidak jelas sangat banyak jumlahnya, gaji dan tunjangan anggota dewan cukup besar, upah studi banding para pejabat mencapai triliunan rupiah dll. Pemborosan dan penyimpangan tersebut diatas sangat menguras kas negara, dana yang digunakan untuk kepentingan rakyat hanya sisa sisa apabila pemborosan pemborosan tersebut telah selesai dilakukan. Jadi keuangan negara sebenarnya tidak sepenuhnya digunakan untuk memberantas kebodohan dan kemiskinan rakyat.

Toh, tak ada yang mampu merubah semua itu, tak ada yang mampu memberontak pada pemimpin kita yang sudah rusak dan bobrok ini. Meski tampak beberapa orang yang terlihat idealis memperjuangkan kebenaran, tapi pada akhirnya mereka sendiri terjebak dalam pusaran ketidakbenaran. Para aktivis mahasiswa misalnya, saat masih kuliah mereka terlihat bak seorang pejuang rakyat, mereka berada di garda terdepan pada medan pertempuran ketika melawan kejahatan, tetapi saat telah selesai kuliah, suara mereka hilang. Beberapa tahun kemudian, wajah wajah mereka memenuhi sudut sudut kota, wajah gagah mereka memenuhi tiang tiang listrik, pohon, jalanan dan sebagainya, mereka mencalonkan diri menjadi wakil rakyat yang penuh dengan janji janji surgawi.

Beberapa tahun lagi setelah itu, wajah mereka kembali menghiasi televisi televisi, koran dan portal berita online karena terbukti melakukan kejahatan seperti korupsi dan mafia proyek. Sang pembela kebenaran menjadi aktor ketidakbenaran itu sendiri. Seperti itu terjadi terus, bak sebuah putaran roda yang tiada akhir dan letihnya.

Sampai kapan rakyat miskin mendapatkan haknya untuk hidup layak jika terus seperti ini, miskin tambah miskin dan kaya tambah kaya. Setelah melakukan shalat Jumat kemarin saya seperti menemukan sebuah kekuatan dan cahaya baru yang sepertinya mampu menerangi negara yang gelap ini. Kekuatan memang bukan melulu tentang uang yang melimpah, akan tetapi setidaknya uang bak sebuah bahan bakar yang dapat menimbulkan cahaya sebagai penerang. Dan kekuatan tersebut terdapat pada mesjid!. Mesjid punya kekuatan yang maha dahsyat jika dikelola dengan benar dan modern, mesjid bisa menjadi solusi dari permasalahan bangsa, meski tidak menjadi kewajiban mutlak karena kewajiban tetap ada pada pundak negara, tetapi setidaknya mesjid turut berperan pada kehidupan sosial masyarakat. Ada pepatah mengatakan “Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin”. Pun, Allah swt memerintahkan kebaikan antar sesama umat manusia, habblum minannas, habblum minnallah (baik sesama manusia dan baik kepada Allah swt).

Lalu bagaimana peran mesjid yang dimaksudkan? Jadi, saldo keuangan mesjid mesjid besar yang jumlahnya mencapai ratusan juta itu hendaknya tidak melulu hanya digunakan untuk kemakmuran mesjid, upah penceramah yang selangit, tetapi juga digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dari umat, minimal yang berada di sekitar lokasi mesjid. Penulis memiliki ide bagaimana jika pengurus mesjid dan beberapa donatur tetap mencanangkan program yang bernama “Jihad Berantas Kebodohan”. Jadi dengan program ini, mesjid setiap dua atau tiga tahun sekali memilih dan memilah anak anak putus sekolah yang disebabkan ketidakmampuan biaya untuk kembali bersekolah dengan biaya yang ditanggung dengan menggunakan kas mesjid. Cukup satu anak saja setiap dua tahun atau tiga tahun sekali.

Jadi, anak yang terpilih disekolahkan, baik di pesantren maupun sekolah umum, kalau bisa sampai tingkat sekolah menengah atas. Penulis mengkalkulasi jika dana yang terkumpul di mesjid yang setiap minggunya mencapai puluhan juta itu sangat cukup bahkan masih tersisa sangat banyak jika hanya digunakan untuk uang sekolah dan peralatan sekolah dari anak tersebut. Bayangkan jika program ini terwujud, jumlah mesjid di satu kota hitunglah sekitar 200 buah, maka ada 200 anak putus sekolah yang bisa diselamatkan masa depannya.

Kemudian program yang kedua adalah “Jihad Memberantas Kemiskinan”. Program ini lebih fokus pada peningkatan ekonomi rakyat. Jadi, pengurus mesjid memilah dan memilih masyarakat sekitar mesjid yang mana kiranya hidup dalam kondisi ekonomi memperihatinkan (melarat.com). Masyarakat yang terpilih akan diberi modal usaha dan pelatihan kewirausahaan, tidak perlu modal besar, mungkin dengan modal sebesar Rp 6-7 juta itu sudah bisa membuat kios, warung makan atau usaha lainnya. Nah, untuk program ini, pihak mesjid dapat memberi modal usaha dalam bentuk kredit, di angsur perbulan tanpa jaminan dan tanpa bunga. Jika seperti itu, tak ada pihak yang dirugikan. Program ini bisa dilakukan setahun sekali dan tentu saja selama menjalankan usaha tersebut, masyarakat yang terpilih harus terus di dampingi dan diberi pelatihan agar tidak bangkrut atau gulung tikar.

Jika program kedua ini terwujud, maka kedepannya ekonomi rakyat perlahan akan menjadi kuat dan mandiri. Dengan kuatnya ekonomi dan semakin berkurangnya angka anak yang putus sekolah, tentu akan berdampak positif terhadap sektor sektor lainnya, termasuk mengurangi jumlah kejahatan, maksiat, dan hal hal negatif lainnya yang menjadi musuh agama.

Yang perlu digaris bawahi adalah, mesjid jangan seperti negara Indonesia yang tidak mampu mengatur kas keuangannya untuk sesuatu yang positif, mesjid jangan hanya dibangun secara fisik, bermegah megahan, berlantai permata, berkubah emas, namun melupakan hakekat pembangunan mesjid yaitu tempat beribadah kepada Allah swt. Bukankah Allah swt sendiri melarang makhluk-Nya untuk berbuat yang berlebihan??

”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah dan jangan belebih lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berlebihan” (QS. Al A’raaf ayat 31).

Di akhir tulisan, penulis kembali memohon maaf apabila ada pihak yang merasa tulisan ini tidak layak atau menyalahi norma norma agama. Penulis hanya melontarkan pemikiran spontan tanpa mengandung maksud apa apa. Kritik dapat dikirim melalui email penulis di wishnu.mahendra777@gmail.com. Terima kasih dan Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Blogger templates

Cloap Program Affiliasi - Cara Mudah cari uang
 
;