Tuesday, December 2, 2014 0 komentar

Novel Kaki Langit Talumae

Dari puluhan file tulisan saya yang selama ini menghiasi folder folder laptop, akhirnya ada satu file yang berhasil bermetamorfosis menjadi sebuah novel, judulnya Kaki Langit Talumae. Novel ini berhasil meraih juara II pada lomba menulis novel remaja yang di selenggarakan oleh penerbit Tiga Serangkai tahun ini. Novel ini diterbitkan pertama kali pada pertengahan bulan November kemarin di seluruh toko buku di Indonesia.Senang,karena pada akhirnya saya menghasilkan karya yang dapat di baca oleh semua orang.

Novel ini berkisah tentang perjalanan seorang remaja kampung bernama Asdar dalam pencarian makna hidup. Tak semudah membalikkan telapak tangan, Asdar harus meruntuhkan tembok raksasa untuk dapat mewujudkan impian. Setelah tembok runtuh, maka tembok tembok lain menjulang tinggi di hadapannya. Selain itu, novel ini juga di penuhi kisah kisah patriotisme dan kecintaan terhadap kampung halaman dan tanah air, tanpa meninggalkan ciri khas anak mudah yang penuh dengan romantisme cinta dan air mata.

Benang merah dan inspirasi novel ini sudah lahir sejak saya mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2008 sebagai salah satu syarat agar dapat menyandang gelar sarjana di salah satu universitas negeri di kota Makassar. Lokasi KKN saya di sebuah desa terpencil di Sulawesi Selatan, tepatnya di desa Talumae, kecamatan Watansidenreng, Sulawesi Selatan. Seusai KKN selama dua bulan, saya menulis cerpen tentang keindahan dan kebiasaan lokal dari masyarakat desa Talumae. Cerpen tersebut saya beri judul 'Senandung Talumae', namun tak ada satupun koran lokal yang memuat cerpen tersebut. Saya pun mengirimkan cerpen tersebut di koran dan majalah nasional, namun hasilnya sama saja.

Bertahun tahun, naskah cerpen tersebut tersimpan di file laptop bersama puluhan naskah cerpen lain yang belum jadi atau sudah jadi tapi tak pernah saya publikasikan. Hingga pada tahun 2014 kemarin, secara tak sengaja saya membaca di internet perihal lomba novel remaja yang di adakan oleh penerbit Tiga Serangkai. Saya sangat ingin mengikuti lomba tersebut, dan sesegera mungkin merangkai kata demi kata sesuai tema lomba, namun beberapa judul cerpen tidak selesai dan menemui jalan buntu.Salah satunya karena deadline lomba yang tinggal dua minggu lagi dan kesibukan saya bekerja.

Hingga suatu malam, dalam lamunan panjang di temani kepulan asap rokok dan secangkir kopi hitam, saya kembali teringat tentang naskah cerpen 'Senandung Talumae'. Segera saya buka kembali dan merombak semua isi cerpen serta menyulapnya menjadi sebuah novel dengan jumlah halaman mencapai 195. Nyaris tanpa halangan berarti, ide mengalir seperti air terjun yang sangat segar dan sejuk. Meski terkadang tetap mengalami kebuntuan ide. Saat novel sudah jadi dan saya siap mengirim naskah melalui kantor pos, deadline lomba tinggal dua hari. Dan malapetaka terjadi saat saya berada di kantor pos, mba petugasnya bilang dibutuhkan waktu paling lambat tiga hari untuk sampai ke lokasi penerbit, saya protes meminta paket pengiriman paling cepat, dia membalas itu sudah yang paling cepat. Saya tak bisa mengirim melalui perusahaan jasa pengiriman swasta karena peraturan lomba mengharuskan dikirim melalui kantor pos.

Saya lesu, tubuh seperti kehilangan nyawa. Saya pasrah dan tetap mengirimkan naskah novel tersebut. Dalam perjalanan pulang, saya mengumpat diri sendiri, mengapa tak memperhitungkan waktu, mengapa pula naskah ini tak pernah berhasil menembus media untuk dipublikasikan? apa salah naskah ini, mungkin saja ini kutukan?!!. Hari berganti hari, saya sudah melupakan kejadian itu, atau tepatnya saya sudah bisa menerima nasib saya, yah belum waktunya, belum takdirnya.

Namun, tiga hari kemudian, saat berselancar di media sosial, saya sangat terkejut ketika penerbit ternyata memperpanjang deadline lomba, lomba diperpanjang. Itu berarti saya masih punya kesempatan, itu berarti naskah saya masih ada kekuatan untuk bersaing dengan naskah naskah lain. Beberapa detik merasa sangat senang, saya kembali lesu karena ternyata yang ikut lomba sangat banyak, dari sabang sampai merauke.

Tapi saya mencoba optimis, toh, naskah saya tidak jelek. Beberapa kawan memuji, meski saya tidak tahu itu pujian tulus atau hanya sekedar menyenangkan saya. Tapi teman yang saya minta pendapat bukan teman sembarangan, mereka adalah para penulis yang karya nya telah dimuat di beberapa media kampus bahkan media lokal di daerah saya.

Hari berganti bulan, detik detik pengumuman tiba, setelah diundur beberapa kali, akhirnya penerbit Tiga Serangkai akan mengumumkan pemenang lomba pada hari itu. Saya menunggu sejak pagi hari, siang hari dikantor, perasaan saya harap harap cemas, saya beberapa kali mengakses situs penerbit tersebut namun belum ada pengumuman sama sekali. Saat pulang kantor sore hari, seusai mandi saya berbaring sejenak dan menikmati es buah di kamar. Handphone saya mainkan untuk membuka kembali situs penerbit Tiga Serangkai... dan.. nama saya terpampang disana sebagai juara II, terkejut.. padahal saya tidak menyangka bisa meraih juara II. Dalam pikiran saya, meskipun berhasil menang, itu pun pasti hanya juara harapan mengingat jumlah peserta yang sangat banyak, dan tentunya adalah orang orang yang sudah ahli dalam dunia sastra dibandingkan dengan saya yang sama sekali bukan berasal dari mahasiswa dan penggiat sastra..

Saya bangkit dari tempat tidur kemudian sujud syukur kepada Allah SWT. Esok harinya saya di telepon oleh pihak penerbit untuk mengirimkan file asli dan beberapa dokumen lainnya. Hari itu juga saya melaksanakan nazar saya yang saya ikrarkan jika nantinya saya berhasil menang. Duuh akhirnya.. setelah sekian tahun akhirnya kisah tentang desa Talumae bisa dibaca oleh orang banyak.

Saya menemukan sebuah ungkapan, bahwa setiap tulisan memiliki takdirnya sendiri.. dan saya percaya itu, inilah takdir naskah Tentang desa Talumae, menjadi sebuah novel.
Sunday, August 31, 2014 0 komentar

10 Pengusaha Muda Kreatif Indonesia (II)

6. Achmad Rofiq (Kreator Film Animasi).

Pemuda kelahiran Pasuruan, 20 April 1981 ini memiliki bakat menggambar sejak kecil. Tidak hanya mendalami animasi secara teknis, ia juga suka membaca buku buku pemasaran dan manajemen karena ingin animasi Indonesia tumbuh sebagai industri, seperti di Jepang atau Amerika Serikat.

Rumah produksi animasi bernama CV. Kdeep Animation berdiri pada tahun 2005 dengan patungan modal Rp 50 juta, saat ia bersama kawan kawannya kuliah di jurusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Negeri Malang. Mereka menciptakan beberapa judul film, seperti Bio Zone yang memenangi penghargaan juara I dan II & Best Viewer Choice Animation Naration (Animation Awards)Univesitas Parahyangan dan Best Animation (Mafvie), Malang.

Pada Oktober 2011, CV. Kdeep Animation bergabung dengan Digital Andalan Nusantara dan berubah menjadi PT. Digital Global Maxinema (DGM), dengan Rofiq sebagai Managing Director. Impiannya satu, memiliki karya animasi Indonesia yang berkarakter seperti Shaun the Sheep atau Ipin Upin. Untuk mendukung tujuan itu, Rofiq mengembangkan bisnis DGM tidak hanya memproduksi animasi, melainkan juga melayani pembuatan iklan, company profile, serial film animasi untuk tayangan televisi, termasuk pembuatan video klip. Setelah enam tahun menjalankan usaha, tahun 2011 ini bisnisnya memiliki omzet Rp 1 miliar per tahun.

Tahun 2012, impiannya mulai tercapai. Karya karya DGM diputar di layar kaca untuk menjangkau penonton yang lebih luas, seperti film animasi Songgo Rubuh yang diputar di MNC TV sejak Mei 2012. Filmnya yang lain, Kuku Rock You akan go international, tepatnya di Dubai, Korea dan Singapura. Pada tahun 2012 Rofiq juga dipercaya pemerintah melalui kementerian ekonomi kreatif menjadi ikon Wirausaha Muda Kreatif mewakili subsektor film dan video.

Rofiq punya keyakinan bahwa bangsa Indonesia adalah animator yang handal. Ia menunjukkan relief cerita Ramayana di candi Borobudur dan relief di candi Kidal, Malang. Pahatan pahatan karakter di relief itu seakan bergerak karena memiliki alur cerita. Ini membuktikan Indonesia memiliki akar animasi.

Berangkat dari kepercayaan itu, Rofiq menularkan ilmu dan kesuksesannya dengan membangun delapan studio animasi di kota Malang, bekerja sama dengan UKM dan lulusan lulusan SMK di Malang. Kedelapan studio ini akan mendukung proyek animasi DGM, sekaligus memberdayakan mereka.


7. Asri Tadda (Bisnis Dunia Maya, Hasilnya Jelas Nyata).

Pria asli Sulawesi kelahiran 3 April 1981, berhasil diterima di jurusan Kedokteran Umum, Universitas Hasanuddin, Makasssar. Ia yang semasa kuliah aktif berorganisasi, rajin pula menulis opini di koran koran daerah. Lumayan, tiap bulannya ia bisa mendapatkan Rp 500-800 ribu.

Tahun 2005, saat ia sedang menjalani praktik ko-as, Asri mulai berkenalan dengan dunia online marketing. Saking gandrungnya ia sampai sering membolos untuk 'bermain' di warnet. Ia mulai ng-blog untuk menaruh opini opini yang pernah dikirimnya k koran. Ia lalu mencoba Google AdSense, sebuah layanan dari Google yang membuat blog kita bisa dipasangi iklan. Setiap iklan di klik, kita mendapat penghasilan tambahan. Total 400 dolar AS ia dapatkan dari iklan itu.

Asri kemudian mengenal cara menjual artikel secara online dan menjual link di websitenya. 100 dollar AS berikutnya masuk ke kantongnya. Asri juga melakukan paid review yaitu melakukan ulasan atas situs orang lain, serta paid links, yaitu dibayar untuk memasang link ke website orang lain di blognya. Ketidakmampuannya berbahasa Inggris tidak menghambat Asri untuk belajar online marketing secara otodidak selama total dua tahun.

Tantangan bahasa Inggris berhasil dilalui, ia bahkan membuat usaha jual beli artikel bernama Articles Trade yang menyediakan artikel umum berbahasa Inggris. Ada ratusan penulis yang mendaftar di website tersebut. Per artikel ia dibayar 5 dollar AS, dua dolar untuk penulis, tiga dolar untuknya. Selain articles trade, ia memiliki layanan bisnis online seperti SEO-SEMID Inc., BuylinkPost, PublishMyArticels dan masih banyak lagi. Ia juga mengelola ratusan blog untuk advertising bersama temannya, dengan omzet sekitar Rp 100 juta perbulan.

Tidak ingin ilmunya hanya mengendap di kepalanya, Asri mendirikan sekolah blogging pertama benama AstaMedia Blogging School. Di sekolah blog ini peserta bisa mempelajari cara mendapatkan penghasilan dari blognya. Asri mengklaim rata ratanya alumninya berpenghasilan tambahan minimal dua juta perbulan. Menariknya, ia juga membuka bisnis offline, ia tetap membukanya untuk membuka lapangan pekerjaan sebanyak banyaknya. Omzet ratusan juta rupiah setiap bulannya berhasil ia raih dari grup bisnis yang awalnya hanya bermula dari belajar otodidak.


8. M. Asmui Kammuri (Kopi Javapuccino).

Asmui, kelahiran 24 Oktober 1985 berasal dari keluarga petani yang sederhana. Ia sudah membuat batu bata sejak usianya sembilan tahun untuk membantu menghidupi keluarganya. Berkat batuan orang tua asuhnya, ia beruntung bisa kuliah di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) di Salatiga. Walaupun sempat ditentang orang tuanya, ia memutuskan pindah kuliah ke Jakarta agar bisa mempelajari ilmu ekonomi, bisnis serta membuka bisnis. Akhirnya ia belajar di program studi Akuntansi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Sambil kuliah, Asmui bejualan kerupuk ke warung warung makan di sepanjang jalan Ciputat Raya. Selain itu, ia juga berjualan pulsa dan memberikan les ke siswa di kawasan Bintang Pondok Indah dan Ciputat. Uang hasil berjualan di investasikan ke bisnis kuliner. Asmui memilih berjualan teh karena bisnis makanan mudah basi dan merugi. Dengan modal Rp 3 juta untuk membuat booth dan sewa tempat di pinggir jalan, pada 2 Februari 2008 ia berjualan teh dengan merk Josstea. Bisnis teh nya laris manis, tapi sayang bisnisnya hanya bertahan selama tiga bulan.

Saat itu, kopi blended sedang ngetren. Ia memutuskan untuk ikut berbisnis kopi blended. Booth tadi langsung dimanfaatkan untuk meluncurkan merk Javapuccino yang langsung didaftarkan. Asmui meracik sendiri kopinya agar memiliki keunggulan dibandingkan bisnis bisnis sejenis, sampai ia kursus kepada temannya yang seorang barista.

Perkembangan ini membuat Asmui mendapat prestasi Wirausaha Muda Sukses Terbaik 2011 dari kementerian Koperasi dan UKM RI, Indonesia Franchise Award 2011 kategori Fastest Growing Franchise dan juara nasional Wirausaha Muda Mandiri 2010. Tahun 2012 ia naik kelas dari gerobak ke cafe dengan membuka franchise untuk cafe Javapuccino. Total ada 8 cafe berdiri di tahun tersebut, dari 5 target yang dicanangkan sudah ada sekitar 590 outlet Javapuccino dari 100 outlet Solopuccino di seluruh Indonesia.


9. Reza Nurhilman (Kreatif Memasarkan Kripik Maichi Lewat Media Sosial).

Pemuda kelahiran 29 September 1987 ini sempat menganggur setelah lulus SMA tahun 2005 karena kondisi keluarga yang tidak memungkinkannya untuk kuliah. Reza pernah mencoba berbagai jenis bisnis MLM, jual beli elektronik hingga pupuk.

Bulan Juni 2010, saat ia sudah kuliah di jurusan Manajemen Universitas Maranatha Bandung, ia bertemu dengan seorang ibu ibu paruh baya yang sangat cocok dengan image Maichi yang ia rasakan saat kecil, yaitu ibu ibu yang memakai baju tradisional dengan ciput di kepalanya. Ternyata ia bisa membuat bumbu keripik pedas yang sangat enak. Tanpa pikir panjang, Reza mengajak ibu itu bekerja sama, lalu menempel merk Maichi dibungkusnya. Keripik itu laris di kalangan teman temannya.

Sudah berhasil menjual hingga seribu bungkus perbulan di akhir 2010, pemasok Maichi sebelumnya mundur karena tidak sanggup memproduksi sebanyak yang di minta. Perlu waktu sebulan bagi Reza untuk mempersiapkan produksi keripik sendiri agar bisa memberikan rasa yang sama. Modal totalnya sekitar Rp 15 juta untuk bahan baku dan membuat tungku. 

Selain tingkat kepedasannya yang berlevel level, hal paling menarik dari Maichi adalah cara pemasarannya yang kreatif dan sangat tidak biasa. Maichi dijual dengan menggunakan mobil dengan tempat yang berbeda setiap hari. Dari mana calon pembeli mengetahui dimana lokasi penjualan? dari Facebook dan Twitter. Berkat kerja kerasnya, omzetnya mencapai empat miliar per bulan pada tahun 2011.


10. Mochamad Afif (Jas Hujan Sepatu FunCover).

Suatu hari di tahun 2008, mahasiswa STIE Perbanas Surabaya ini ingin berangkat kuliah dengan menggunakan motor ke kampusnya saat hari hujan. Tubuhnya sudah aman terlindungi jas hujan, namun bagaimana dengan sepatunya? Saat itu ia menggunakan kantong plastik kresek untuk melindungi sepatunya. Dari kebutuhan ini, terbersit ide di benak Afif untuk membuat jas hujan yang bisa melindungi sepatu.

Modal awal untuk membuat jas hujan sepatu sebesar Rp 500 ribu yang dipinjamnya dari sang kakak. Beberapa percobaan awalnya masih belum berhasil membuat sepatu bebas kering, sehingga ia terus menyempurnakan produknya sampai benar benar bisa mencegah air masuk ke sepatu.

Akhirnya, 30 pasang jas sepatu dapat ia produksi perbulannya, pertama kali ia tawarkan langsung ke konsumen. Harga yang terjangkau sebesar Rp 35 ribu per pasang membuat peminatnya banyak. Enam bulan kemudian Afif mulai menjual lewat internet. Hasilnya sangat positif, pesanan meningkat hingga produksinya digenjot mencapai 500 pasang per bulan. Untuk mengmbangkan penjualan, ia tidak lagi menjual secara langsung, namun menggunakan distributor atau reseller.

Hasilnya, hingga akhir tahun 2012 lalu, ia memiliki lebih dari 200 distributor di seluruh Indonesia, ia mengklaim 80% daerah sudah mengetahui tentang produknya. Pabrik kecilnya di Sidoarjo, Jawa Timur memiliki kapasitas produksi 7000 pasang jas hujan setiap bulannya.

Tantangan terbesar Afif adalah penjualan yang turun hingga 50% saat musim kemarau. Untung saja penjualan saat musim kemarau masih menutupi biaya produksi. Oleh karena itu, kini ia melakukan diversifikasi produk yang dapat dikenakan pengendara motor tanpa mengenal musim.
 







Friday, August 29, 2014 0 komentar

10 Pengusaha Muda Kreatif Indonesia (I)

Menjadi seorang enterpreneur dewasa ini telah menjadi tren positif bagi sebagian besar anak muda di Indonesia. Ada sedikit pergeseran paradigma dimana pekerjaan favorit orang orang tua dahulu sedikit demi sedikit mulai di tinggalkan. Silahkan di tanyakan kepada orang orang tua kalian, apakah di generasi mereka, banyak anak muda yang membuka usaha sendiri seperti sekarang? pasti jawabannya "sedikit". Di tahun 70-an atau 80-an profesi yang paling favorit adalah menjadi pegawai negeri sipil atau pegawai swasta.

Menjadi enterpreneur menurut saya pribadi adalah sebuah kemerdekaan, karena dengan menjadi pengusaha kita bisa bebas mengeksplorasi apa yang menjadi hobi kita. Selain itu, dengan menjadi pengusaha kita juga terlepas dari belenggu aturan kantor yang membunuh kreativitas dan merampas hak kita untuk hidup merdeka dan berdaulat.. :D. Penghasilan yang di dapatkan oleh seorang pengusaha pun sangat menjanjikan, seorang pengusaha dapat menghasilkan puluhan hingga ratusan juta rupiah perbulannya. Jutaan kali lipat dibanding bekerja di kantor.

Berikut ada profil sepuluh pengusaha muda inspiratif yang berusia di bawah 30 tahun. Profil kesepuluh pengusaha muda ini saya kutip dari buku berjudul 101 Young CEO tulisan dari Ilman Akbar. Aslinya dalam buku ini ada profil 101 pengusaha, namun saya rangkum saja menjadi sepulu. Semoga dengan profil kesepuluh pengusaha muda ini, kita semua bisa terinspirasi dan mengikuti jejak sukses mereka.


1. Olive Avianca Savitri (Dekorator Kamar Kos Mahasiswa).

Bagi Olive yang berasal dari Jakarta dan saat itu kuliah di jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung, kamar kos kosan adalah rumah kedua bagi mahasiswa perantauan atau yang kampusnya jauh dari rumah. Ia ingin kamar kos nya nyaman seperti di rumah dan sesuai dengan selera anak mudanya. Banyaknya kampus di Bandung dengan sedikitnya pernak pernik interior khusus anak muda di pasar membuat Olive menemukan satu peluang emas untuk berbisnis.

Suatu waktu di tahun 2007, wanita kelahiran 1982 ini merealisasikan idenya. Ia survei bahan baku, mencari bahan bahan unik untuk dijadikan karpet, seprei, bed cover dll. Olive juga mensurvei penjahit dengan cara menjahit satu item ke beberapa penjahit. Penjahit yang hasilnya bagus diajak kerjasama. Modal awal Olive berasal dari pinjaman orang tua sebesar Rp 15 juta.

Bisnis yang baru di rintisnya diberi nama Sliv Bedroom, produknya unik dan khas berkarakter anak muda. Karpetnya tidak selalu berbentuk persegi panjang, ada bentu hati, oval, bulat dsb. Selain itu juga ada pernak pernik lucu dan unik berupa seperei, sarung bantal, sarung CD, lampu dan cermin. 

Setelah memiliki stok barang, Olive mulai berpromosi. Ia menyewa kamar tamu di rumah kosnya yang kosong seharga Rp 400 ribu. Cara awal promosi adalah dengan menyebarkan brosur di daerah Dago setiap malam Minggu, juga mengetuk rumah rumah kos satu persatu untuk membagikan brosurnya. Namun, langkah tersebut ternyata tidak meningkatkan penjualan secara berarti. Tokonya tetap sepi, putar otak, ia mencoba strategi lain yaitu berpromosi melalui majalah. Olive mengirimkan sampel produknya ke majalah majalah remaja yang sesuai denga target pasarnya. Beberapa waktu, toko Olive mulai ramai.

Setelah bisnisnya stabil, Olive membuat www.silverbedroom.com untuk memperluas pasar. Disana Olive menyediakan jasa konsultasi interior gratis berdasarkan insight bahwa konsumen yang datang ke website tersebut masih bingung ingin mendekor kamarnya seperti apa. Konsultasi gratis ini berhasil mendongkrak omzet, karena konsumen jadi tertarik membeli barang yang ditawarkan di konsep dari Silver Bedroom. Sekarang, produknya sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Sukses menggarap pasar mahasiswa, tahun 2009 Olive pun menjadi juara 1 lomba Wanita Wirausaha BNI-Femina. 


2. Royas Amri Bestian (Mengubah Hobi Gambar Menjadi Bisnis).

Anak muda kelahiran Bekasi, 7 Juni 1982 ini memiliki hobi menggambar sejak kecil. Ia telah memanfaatkan hobinya tersebut untuk mendapatkan tambahan uang saku. Saat SD, ia suka membuat kartu nama yang digambar dengan spidol dan cat poster kemudian dijual kepada teman temannya. 

Saat kuliah di S1 Desain Komunikasi Visual, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, Royas bersama kakaknya membuat kaos bertema budaya Madura (orang tua mereka berasal dari Madura) dengan merk Alapola, kosepnya seperti Dagadu di Jogja atau Joger dari Bali. Lulus kuliah pada 2005, ia bergabung dengan dua orang kakaknya dan satu orang temannya untuk membuat perusahaan di bidang komunikasi visual, bernama SignDesign. Nama ini terinspirasi dari logat bicara orang Madura yang suka mengulang ulang, seperti "te-sate". Sambil mengembangkan SignDesign, Royas juga bekerja di perusahaan lain sebagai art director untuk menggali ilmu dan pengetahuan, setelah empat tahun ia kemudian resign dan fokus di SignDesign.

Pada awalnya, Royas dan ketiga partner nya melakukan semuanya sendiri, seperti saat menempel nama sales satu per satu di 3000 buah buku atau mencetak seribu buah pin. Pengalaman pahit pernah mencetak ulang ribuan brosur dan buku karena kesalahan menjadi pelajaran berharga. Untuk mempromosikan jasanya, mereka melakukan 'jemput bola' melalui pameran, anehnya, pameran yang mereka ikuti bukanlah pameran desain melainkan pameran haji dan umroh karena melihat bahwa target pasar disana membutuhkan jasanya. SignDesign pun mendapatkan klien satu biro haji dan umroh yang mempercayakan desain company profile buku umroh anak dan multimedia.

Pada tahun 2009, omzet SignDesign mencapai Rp 1,2 miliar per tahun. Royas pun diganjar sebagai Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri tahun 2009.


3. Agit Bambang Suswanto (Sepatu Kulit 100% Indonesia).

Saat masih berseragam abu abu, Agit berjualan pin dan menjaga warnet. Agit juga pernah membuat kaus untuk dijual ke distro distro, namun hanya bertahan empat bulan. Tidak patah semangat, Agit lalu belajar desain secara otodidak saat kuliah, ia juga bekerja sambilan sebagai desainer web dan majalah di Bandung. 

Bersama dua orang temannya, selanjutnya Agit membuka bisnis penjualan wafel. Sayangnya partner Agit mengundurkan diri baru enam bulan berjualan. Semua pengalaman ini sangat berharga bagi Agit. Tahun 2009, Agit yang memiliki hobi mengoleksi sepatu ingin membeli sepatu kulit. Ia tidak sanggup membeli sepatu kulit luar negeri karena harganya mahal, sedangkan di Indonesia belum ada sepatu kulit premium yang berkualitas. Agit berpikir, sebenarnya Indonesia bisa punya merk sepatu kulit dengan kualitas yang sama.

Berkat kemampuan desain dan hobi koleksi sepatu, Agit membuat sendiri tiga buah sepatu kulit dan menjualnya lewat forum online Kaskus. Tak disangka, sepatu sepatu tersebut laris manis. Langkah berikutnya ia semakin serius dengan bisnis sepatu dengan membuat www.amblefootwear.com. Sukses di dunia maya, Agit kemudian berjualan di dunia nyata dengan menargetkan berrbagai toko sepatu di Bandung. Tebukti dalam seminggu sepatunya habis dan toko toko tersebut harus re-stock. Bulan berikutnya menyusul Surabaya, Yogyakarta dan Balikpapan. Amble bahkan terjual sampai ke Malaysia, Singapura dan Australia. Namun omzetnya tidak tentu karena terjual secara eceran bukan grosiran.

Agit membuktikan bahwa sepatu kulit buatan Indonesia bisa setara dengan sepatu buatan luar negeri dengan tulisan Made with Proud in Indonesia pada sepatunya. Memang Agit menggunakan 100 kulit dari perajin perajin kulit lokal dan dikerjakan di Indonesia pula. Kini 400-500 pasang sepatu dihasilkannya tiap bulan, dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan berhasil didapatkannya.


4. Diana Rikasari (Fashion Blogger)

Remaja kelahiran tahun 1994 ini pertama kali menulis blog tahun 2007 karena ikut ikutan temannya. Sejak tahun 2007 ngeblog memang sedang mewabah di Indonesia. Awalnya Diana hanya menjadikan blog nya sebagai tempat curhat biasa tentang kehidupan sehari hari, tapi secara alami ia jadi membahas tentang fashion. Tanpa bosan, hampir setiap hari Diana mengupdate blognya, karena itulah media untuk mengekspresikan dirinya, idenya dan passion nya dengan apa adanya.

Kegemarannya berada di blog direspon positif oleh para blogger dan pengguna internet lainnya. Pembaca setia pun berdatangan karena memang isi blognya sangat personal dan apa adanya, seperti berbicara dengan teman saja. Pengunjung blog Diana mencapai 10.000 orang setiap harinya, total dari 2007 hingga 2013 sudah ada 11 juta orang yang berkunjung kesana.

Dari blog nya, Diana memberikan inspirasi fashion yang kreatif, unik dan lucu. Oleh karena itu, kesempatan dari industri datang kepada Diana. Ia dipercaya menjadi fashion stylist untuk sejumlah majalah, film dan bekerja sama dengan pengusaha clothing lokal. Tahun 2011 ia dinobatkan menjadi digital ambassador dari sebuah produk kecantikan untuk remaja karena telah sukses menginspirasi para remaja untuk mengekspresikan dirinya melalui media digital dengan kreatif.

Pada Desember 2010, Diana merintis bisnisnya sendiri, Ia merintis sebuah line alas kaki khusus wanita seperti sepatu, wedges dan sandal kasual bernama Up (www.iwerup.com). Di Up, Diana sendiri yang merancang alas alas sepatunya. Produksi spatu dilakukan bedasakan pesanan, jadi pelanggan yang membeli harus menunggu 14 hari sampai sepatunya sampai. Hal ini membuat proses produksi menjadi efisien karena tidak ada barang sisa yang tidak terserap  pasar seperti kalau membuat massal.

Diana hanya berpromosi melalui website, instagram dan jejaring sosial saja, karena internet sangat kuat membentuk word of mouth. Pemasaran konvensional seperti promosi lewat majalah dan sponsor tetap dilakukan, tapi tidak dijadikan fokus. Basis komunitas Diana memang sudah ada di internet (blog dan twitter), sehingga ia memilih untuk fokus disana. Daripada mengeluarkan uang banyak untuk membuka toko, ia lebih memilih meningkatkan inovasi dan pelayanannya kepada pelanggannya.


5. Nanida Jenahara Nasution (Hijab Designer, pendiri Hijabers Community).

Beberapa tahun teakhir, jilbab atau hijab menjadi sesuatu yang kembali ngetren di Indonesia. Tadinya model jilbab itu biasa saja, sekarang kita bisa melihat semakin banyak wanita mengenakan pakaian muslimah yang tertutup sopan dengan warna dan model yang sangat fashionable. Semakin populernya hijab di industri fashion Indonesia salah satunya di pelopori oleh hijab designer Nanida Jenahara Nasution bersama komunitas Hijabers Community.

Jehan, panggilan akrabnya, mendirikan Hijabers Community (HC) pada 27 November 2010 yang memiliki berbagai kegiatan bagi muslimah dari pengajian, sharing, kegiatan sosial hingga hijab style. Selain itu, HC ingin membuka wawasan banyak orang mengenai hijab karena selama ini banyak yang menganggap hijab itu kuno dan membatasi penggunanya.

Wanita kelahiran 27 Agustus 198 ini mewarisi darah desain pakaian dari bundanya, Ida Royani, yang juga merupakan artis terkenal. Sejak kecil, Jehan dikenalkan dengan berbagai jenis bahan kain, model pakaian dan diajak ke penjahit oleh bundanya. Desainer pakaian pun menjadi cita citanya. Lulus SMA, Jehan memulai cita citanya dengan mengambil kursus di Patter Design Esmond, lalu belajar di Susan BudiharjoFashion Design School. Awalnya Jehan ragu untuk memfokuskan diri pada desain pakaian muslimah apalagi untuk anak muda, karena saat itu, jilbab identik dengan ibu ibu. Seiring berjalannya waktu, Jehan pun mantap terjun ke fashion muslimah dengan gaya yang unik bagi muslimah muda.

Karya karya Jehan ditampilkan dan dijual di blognya jenahara-shop.blogspot.com dan jenahara.com, sehingga pasarnya sangat luas dari seluruh Indonesia. Kini Jehan memiliki berbagai butik di Jakarta, Cirebon, Surabaya, Samarinda, Padang, Makassar, bahkan sampai Malaysia dan Singapura. Tidak hanya di tanah air, karya kaya Jehan diapresiasi di Hongkong Fashion Week 2012, menjadi satu satunya busana muslimah yang ditampilkan di sana. Fashion muslimah tanah ai kini dikenal internasional, membawa wajah Islam yang semakin dapat diterima masyarakat.





 
Wednesday, August 27, 2014 0 komentar

Payabo

Minggu pagi, mentari masih hangat di ufuk timur. Aku menikmati tetesan kopi hitam sisa tadi malam, rokok putih ku sulut menghamburkan asap halus memenuhi ruang kamar, mataku menerawang dunia melalui jendela kayu kamar, aku masih mencoba untuk menyatukan dunia mimpi dan dunia nyata. Setelah beberapa saat, aku berhasil menyatukan mereka, dan.. pagi ini ternyata ada beberapa rencana yang ku abaikan, lari pagi bersama kawan, menonton latihan dayung dan beberapa rencana yang semalam tampak sangat penting. 

Aku menggapai telepon genggam, delapan panggilan tak terjawab, tiga pesan singkat, semua dari kawanku. Aku berbaring kembali di atas kasur kapuk dengan seprei motif klub sepakbola yang entah mengapa bisa menyatu dengan kasur kesayanganku. Asap rokok kembali berhembus kencang, aku menelepon kawanku, ingin menanyakan keberadaannya. Namun, tak satupun menjawab panggilan ku.

Aku kembali terlelap...

Sore, dua orang kawan datang berkunjung, menceritakan beberapa kisah yang biasa dan terdengar tanpa makna. Mereka adalah kawanku semasa duduk di bangku sekolah menengah, mereka mengajak ku keluar menjelajahi dunia. Entah apa lagi yang akan kami bertiga lakukan setelah seminggu lalu kami menghabiskan minggu sore sebagai tukang parkir dadakan, ya tukang parkir dadakan. Kami bertiga memang sering melakukan hal hal yang menurut logika orang waras dan berpendidikan dianggap sebagai kegiatan yang tidak umum, aneh, memalukan, menjijikan, kotor, kampungan dsb. Tetapi aku menikmatinya, meski pada awalnya ada sedikit rasa malu, saat menjelma menjadi tukang parkir kemarin, aku menutup wajah dengan menggunakan masker anti debu dan membungkus kepala dengan helm tertutup. 

Ada tantangan di sana, ada kekuatan yang berhembus, hormon adrenalin menyebar di seluruh pembuluh darah. Aku menikmati, bukan karena akan mendapatkan uang dari sana, tetapi entah mengapa, aku menikmati. Mereka berdua duduk di halaman rumahku, masih bercerita tanpa kejelasan makna, aku membuatkan minuman dan membeli gorengan. Aku duduk memanjangkan kaki, bergelut dengan telepon genggam meski aku tidak menerima telepon atau pesan singkat, masih ditemani ocehan mereka.

"Kita kemana sore ini? apa lagi yang enaknya kita lakukan?"

Salah seorang dari kawanku memecah keramaian yang diciptakannya sendiri..

"Sore ini kita jadi payabo.." tutup ku, lalu meninggalkan mereka masuk ke dalam rumah dan berganti pakaian.

Payabo dalam bahasa tempatku adalah sebutan bagi seorang pumulung, berasal dari kata boya yang artinya mencari, kemudian di plesetkan menjadi yabo, jadilah payabo yang artinya pemulung. Pemulung sampah, pemulung botol bekas, pemulung kertas bekas dan pemulung apa saja asal bisa ditukar dengan lembaran rupiah.

Malam beranjak, kami menyusuri sisi jalan protokol kota, target kami adalah kemasan plastik sisa air mineral, baik dalam bentuk gelas maupun botolan. Info yang kami dapatkan, jika sampah plastik tersebut di jual dan ditimbang, perkilonya berharga Rp. 2000. Sebelumnya kami membeli karung besar dengan harga Rp. 3000. Cukup banyak sampah botol yang kami dapatkan, lalu lalang kendaraan roda dua dan empat tak memperdulikan kami, mereka acuh, fokus pada tujuan masing masing. 

"Kita ke terminal, di sana lebih banyak botol bekas air mineral.."

Kami ke terminal, malam semakin larut menyisakan senyap yang menuntun kami bertiga. Seorang perempuan tua mengamati kami dari jauh, perlahan ia mendekat dan menanyakan maksud kami, entah apa tujuan sebenarnya ia bertanya, bukan kah ia sudah melihat dengan mata sendiri bahwa kami sedang memulung?

"Apa yang kalian lakukan??"
"Kami sedang memulung"
hening...

"Kalian sebenarnya sedang ngapain?"
"Kami mengumpulkan botol bekas untuk di jual"
hening..

"Lalu mengapa kalian bisa di terminal ini?

"Sebenarnya kami mengumpulkan botol bekas untuk bahan pada saat lomba 17 Agustus nanti.." 
"Oh begitu yah.."

Perempuan tua pergi, kami kembali menyusuri setiap sudut terminal, memungut botol plastik bekas dan memasukkannya ke dalam karung. Seluruh tempat sampah yang ada di terminal kami jelajahi. 

Pukul 12 malam, karung yang kami bawa terisi penuh, sesegera mungkin kami membawanya ke tempat penimbangan barang bekas yang buka selama dua puluh empat jam, entah mengapa tempat tersebut buka 24 jam, mungkin ia ingin bisnisnya cepat mencapai BEP (break even point) sehinggan gencar mengejar target.

"Ini hanya 3 kilo saja"

Aku mengacuhkan perkataan pria tua penimbang barang bekas, timbangan ku perhatikan dengan seksama

"4 kilo pak.."

Pria tua hanya diam, merogoh saku celana dan mengeluarkan lembaran uang lusuh..

"Ini, delapan ribu..."
"Terima kasih..."

Aku kembali menyusuri jalan protokol, uang hasil memulung kami belikan air mineral gelas dan beberapa potong pisang goreng. Kami bertiga menghabiskan malam di tepi pantai di tengah kota yang tampaknya tak pernah sepi oleh manusia. Aku menatap lautan yang kemilau di terpa rembulan berbentuk sabit. Hembusan angin ku biarkan menerpan tubuh ku yang sedikit basah oleh tetesan keringat, terasa sejuk.

Kami kembali mengobrol tanpa makna, terkadang terbahak memecah malam. Lalu lalang muda mudi terlihat bagai ombak di tengah lautan, menari, meliuk, menghempas daratan. Mataku tanpa kantuk, besok.. pagi pagi sekali, aku akan kembali menjadi manusia, manusia normal yang bekerja dengan pekerjaan yang diakui oleh manusia. Besok aku akan kembali terlihat dimana mana, berpakaian rapi, bersepatu kulit, terkadang berdasi. 

Pemulung tak di hargai, mereka tak terlihat sebagai manusia, mereka sampah, meski sebenarnya mereka bukan sampah, mereka hanya memungut sampah, membersihkan kota, pekerjaan mereka bersih dan membersihkan. Aku hanya ingin merasakan seperti apa mereka, kemudian menghargai mereka sebagai seorang manusia, aku bukan manusia robot kapitalis, hedonis, angkuh, sombong, aku adalah manusia yang mencoba menghargai sesama manusia. Mengapa kita harus terkotak kotak karena profesi? 

Hari ini ku akhiri, rokok ku hembuskan kencang melawan desiran angin laut, mereka beradu. Aku terpejam beberapa detik, sejenak memikirkan aku ini akan menjadi apa... lagi....

(Makassar, Agustus 2014)


You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Blogger templates

Cloap Program Affiliasi - Cara Mudah cari uang
 
;